|
Pesawat tempur siluman KF-X/IF-X
buatan Korsel-Indonesia |
Dari
sekian banyak alutsista yang ada,
pesawat tempur merupakan salah satu alutsista yang menjadi ujung
tombak kekuatan angkatan udara. Dalam doktrin perang modern, kemampuan pesawat tempur bisa menjadi salah
satu penentu jalannya peperangan. Armada
pesawat tempur yang tangguh menjadi unsur yang penting dalam
suatu operasi militer (pertahanan).
Berbeda dengan pesawat terbang yang biasa digunakan
oleh kalangan sipil, pesawat tempur
modern yang digunakan militer saat ini harus memiliki beberapa kriteria
wajib, seperti memiliki kemampuan siluman (stealth)
yang berguna untuk mengurangi kemungkinan terdeteksinya pesawat oleh radar musuh, avionik
yang canggih atau pun kelincahan bermanuver untuk menghindar dari
kejaran pesawat tempur musuh.
Bagi
dunia penerbangan militer, pesawat tempur
siluman memang sedang menjadi pembicaraan hangat. Lalu apa itu pesawat tempur siluman? Pesawat tempur siluman merupakan pesawat tempur yang mampu menyerap
dan membelokkan gelombang radar, dengan cara membuat design pesawat yang minus lekukan yang
fungsinya adalah memperkecil sudut-sudut tajam yang bisa ditangkap oleh
radar sehingga memperkecil Radar Cross Section (RCS) dan
membuatnya lebih sulit untuk
dideteksi.
Hal
inilah yang mendasari pesawat siluman
memiliki bentuk yang aneh tidak seperti biasanya. Pesawat siluman sebenarnya tidak 100%
tidak bisa terdeteksi radar. Tetapi karena memiliki RCS yang kecil maka
di layar radar hanya tampak seperti gerombolan burung.
Teknologi siluman pertama kali dikembangkan oleh seorang ilmuwan Rusia, Dr. Pyotr Ufimtsev pada
tahun 1966.
Pada
saat ini ada beberapa negara yang sudah mengembangkan pesawat tempur mutakhir berteknologi
siluman, mereka berlomba membuat
pesawat tempur dengan teknologi yang lebih maju dari yang
lainnya. Untuk urusan pesawat tempur siluman, Amerika Serikat menjadi negara yang
paling rajin mengembangkannya. Ada beberapa pesawat mutakhir milik Amerika
Serikat yang masuk kategori ini, yaitu
pesawat F-117 Nighthawk, F-22 Raptor, JSF
F-35 Universal Fighter, dan Bomber B-2 Spirit.
|
Model
KF-X/IF-X (foto: kaskus.us) |
Kemudian ada Rusia yang juga tak mau
kalah dalam membuat pesawat tempur
siluman. Rusia sebetulnya sudah mulai membuat program pesawat tempur siluman pada era Uni
Soviet, dengan menyiapkan 2 jet tempurnya yakni MIG 1.44 dan Su-47 Berkut
(artinya:Elang Emas), tapi dalam perjalanannya program pesawat silumannya terseok-seok.
Barulah pada masa kepemimpinan Presiden Vladimir Putin, program ini
dilanjutkan kembali. Kemudian lahirlah jet tempur siluman Sukhoi T-50
yang merupakan hasil kerjasama antara Rusia dengan India. Jet tempur ini
dirancang mampu menyaingi F-22 Raptor dan JSF F-35 Universal
Fighter.
Dan yang terakhir dan yang paling
menggegerkan dunia kedirgantaran adalah munculnya Cina yang berhasil
membuat pesawat tempur siluman
J-20 Black Eagle sekaligus membuktikan sebagai negara superpower
baru, khususnya dibidang teknologi dirgantara. Namun diyakini pesawat tempur tersebut menggunakan
teknologi yang dimiliki Amerika Serikat. China diduga ”mencuri” teknologi stealth
dari pesawat tempur siluman F-117 Nighthawk
milik AS yang ditembak jatuh pada tanggal 27 Maret 1999 dalam perang Kosovo.
Transfer Teknologi
Lalu
bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sebagai negara kepulauan yang
memiliki lebih dari 13.000 pulau dan berpenduduk lebih dari 200 juta,
memiliki armada pesawat tempur yang handal adalah mutlak hukumnya. Hal ini tentu saja
untuk melindungi dan menjaga kedaulatan Indonesia dari ancaman negara
lain. Ancaman yang muncul setidaknya hingga beberapa tahun kedepan,
memang bukan invasi langsung negara lain. Namun, tidak berarti hal itu
menurunkan program pembangunan kekuatan pertahanan udara di tubuh TNI
AU. Indonesia pernah merasakan pengalaman pahit ketika Amerika Serikat
melakukan embargo militer terhadap Indonesia dari tahun 1999-2005 atas
pelanggaran Hak Asasi Manusia, sehingga membuat sistem persenjataan TNI
lumpuh dan sistem peralatan militernya lemah.
Hal
ini dikarenakan sebagian besar pengadaan sistem persenjataan dan
peralatan militer Indonesia termasuk
pesawat tempurnya berorientasi ke negara barat. Sehingga banyak pesawat tempur milik TNI didominasi
oleh pesawat tempur buatan
Amerika Serikat. Guna menutup kebutuhan alutsistanya, Indonesia kemudian mencari sumber alternatif
lain dalam pengadaan pesawat tempurnya,
baik yang dibeli dari negara lain seperti pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-27SK dan
Su-30MK dari Rusia.
Lambat
laun muncul keinginan dari pemerintah untuk mandiri dalam memenuhi
kebutuhan arsenal tempurnya dengan memberdayakan dan memanfaatkan
industri pertahanan nasional secara maksimal. Berbeda dengan alutsista
impor, alutsista buatan bangsa sendiri ini akan memberikan kekuatan yang
tidak bisa “dibaca” negara asing. Impor alutsista oleh suatu negara
memudahkan bagi negara lain untuk “membaca” kekuatannya. Itulah alasan
pentingnya membuat sendiri alutsista maupun teknologi pertahanan
lainnya. Pengadaan dari luar negeri hanya diarahkan pada jenis alutsista
yang belum bisa diproduksi di dalam negeri dengan tetap menerapkan
program alih teknologi (Transfer
of Technology/ ToT) yang
menyertakan industri pertahanan nasional.
Lebih dari itu, kemampuan
Indonesia memproduksi alutsista secara mandiri akan meningkatkan
kemandirian bangsa sehingga mengurangi ketergantungan kita terhadap
persenjataan buatan negara lain dan yang tak kalah penting menghindari
“setiran” negara penjual senjata. Sebagaimana kita tahu selama ini,
negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Eropa seringkali
menetapkan banyak syarat dan embel-embel dalam proses penjualan senjata
produksi mereka.
|
Kokpit
KF-X/IF-X (foto: flightglobal.com) |
Atas dasar kebutuhan itulah, Indonesia
berkeinginan untuk mengembangkan sebuah
pesawat tempur bagi kebutuhan TNI AU. Peluang itu datang tatkala
Korea Selatan mengalami krisis pengadaan pesawat tempur yang rata-rata sudah
memasuki usia tua serta besarnya kebutuhan dana untuk pengembangan pesawat tempur baru. Sehingga mau tidak mau Negeri
Ginseng pun berusaha mencari mitra dalam pengembangan pesawat tempurnya.
Akhirnya,
Korea Selatan menawarkan kepada Indonesia untuk mengembangkan pesawat tempur canggih bagi kebutuhan Angkatan Udara
Republik Korea (ROKAF)
dan Tentara Nasional Indonesia - Angkatan Udara (TNI-AU). Tawaran itu diterima Pemerintah Indonesia karena
menilai Korsel memiliki pengalaman cukup tinggi dalam memproduksi pesawat tempur. Selain itu Korsel
juga bersedia untuk melakukan transfer of technology.
Padahal tidak semua negara bersedia kerjasama dengan transfer of
technology.
Kecenderungan
Korsel untuk memilih Indonesia sebagai mitra utama bukan tanpa sebab.
Kedekatan kerjasama pertahanan antara Indonesia-Korsel sudah terjalin
lama. Selama ini kedua negara sudah terlibat dalam saling beli peralatan
pertahanan. Sebagai contoh, Indonesaia, mempercayakan Overhaul Kapal
Selam tipe 209 yang dioperasikan TNI AL kepada Korsel. Indonesia juga
membeli 4 kapal LPD (Landing Platform Dock) yang dua diantaranya dibuat
di PT. PAL. Hubungan kedua negara dalam bidang kedirgantaraan juga sudah
terjalin lama, ditandai dengan pembelian pesawat latih KT-1B Wong
Bee oleh Indonesia dan pembelian pesawat CN-235 oleh Korsel.
Indonesia
melalui PT Dirgantara Indonesia (PT DI) telah memiliki banyak pengalaman
dalam memproduksi pesawat terbang
seperti CN-235 dan N-250, serta sempat memproduksi komponen pesawat tempur F-16 meliputi wing flaperon, vertical finskin,
forward engine access door, main landing gear door, weapon pylon dan
fuel tank pylon. Alasan lainnya, Indonesia dipilih Korsel karena memiliki kedekatan
dengan banyak negara berkembang. Pasar dari pesawat tempur ini yang
utama adalah negara berkembang dan Indonesia sebagai negara berkembang
memiliki banyak kolega dengan negara-negara lain.
Kembalikan
Pamor Indonesia
Proyek jet tempur ini pertama kali diumumkan oleh Presiden Korea Selatan
Kim
Dae-Jung di Akademi Angkatan Udara pada bulan Maret
2001 untuk menggantikan pesawat-pesawat yang lebih tua dan malah
ketinggalan zaman (out of date) seperti F-4D/E
Phantom II dan F-5E/F Tiger, tapi ditangguhkan karena masalah teknis dan
pendanaan. Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak pada Januari 2010 lalu
setuju untuk mendorong proyek tersebut setelah meningkatnya ketegangan
antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Ini adalah program pengembangan pesawat tempur kedua Korea Selatan
setelah KAI T-50 Golde Eagle.
Program pesawat tempur
masa depan yang diberi kode KF-X/IF-X (Korea Fighter
Experiment/Indonesia Fighter Experiment) ini akan dibuat oleh Korean
Aerospace Industry bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia. KF-X/IF-X
merupakan pesawat tempur generasi 4,5 yang
mempunyai kemampuan diatas F-16 Blok 50 (pesawat tempur generasi 4) tetapi
dibawah F-35 (pesawat
tempur generasi 5).
Dibandingkan F-16, KF-X/IF-X diproyeksi memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen,
sistim avionik yang lebih canggih serta kemampuan stealth.
|
KF-X/IF-X dilihat
dari dua sisi (foto: flightglobal.com) |
Dana pengembangan pesawat tempur ini mencapai US$ 8
Miliar. Dimana dana sebanyak ini ditanggung bersama melalui kerjasama
pengembangan. Komposisi pembagiannya, Indonesia menanggung 20 persen
biaya pengembangan, sedangkan Korsel 80 persen, yakni 60 persen dari
Pemerintah Korsel, 20 persen oleh industri pesawat terbang Korsel termasuk Korea
Aerospace Industry.
Bagi
industri penerbangan Korsel, proyek jet tempur ini merupakan kesempatan
untuk masuk ke dalam klub eksklusif produsen pesawat tempur stealth,
Korsel dapat memangkas
biaya produksi dan terbantu di urusan pemasaran produk pesawat tempurnya, sedang bagi Pemerintah Indonesia, proyek jet tempur ini dipandang
sebagai cara untuk merevitalisasi industri pertahanan, khususnya
industri pesawat terbangnya.
Melalui program pesawat tempur KF-X/IF-X ini,
Indonesia berusaha menghidupkan kembali industri dirgantaranya dengan
aktif merancang dan memproduksi pesawat
tempur ini.Dari
perspektif Indonesia, program pembangunan bersama menawarkan akses
Indonesia untuk menguasai teknologi pembuatan pesawat tempur canggih. Yang juga tak kalah penting adalah
keinginan dua negara untuk menguasai seluruh sistem pesawat, terutama flyng
control dan sistem persenjataannya.
Pada
tanggal 6 Maret 2009, Korsel melalui DAPA (Defense Acquistion Program
Administrtion) dan Indonesia melalui Departemen Pertahanan telah
menandatangani Letter of Intent (LoI) proyek ini dan pada tanggal 15
Juli 2010 kedua belah pihak menandatangani Memorandum of Understanding
(MoU) di Seoul. Kemudian kedua
belah pihak masih menandatangani Kesepakatan
Penjagaan Kerahasiaan pada tanggal 20 November 2010 serta Hak Kekayaan
Intelektual dan Persetujuan Proyek pada tanggal 11 Maret 2011.
Kerja
sama pembangunan KF-X/IF-X memakan waktu 10 tahun, dimulai tahun 2010 -
2020. Program KF-X/IF-X
memasuki Technical and Development Phase yang dimulai akhir Juli
2011 sampai tahun 2012, Setelah itu, pada awal 2013 sampai tahun 2020
kerjasama akan memasuki Engineering Development Phase, dan
tahap terakhir adalah produki pesawat jet
tempur pada 2021.
Untuk
memulai kerjasama pengembangan teknologi tersebut, pada tanggal 29 Mei sampai dengan 3 Juni
2011, Kementerian Pertahanan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang Kemhan) telah memberikan pembekalan kepada Tim Engineering
KF-X/IF-X. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 2011 diadakan acara KF-X/IF-X
Kick off meeting, di kota Daejeon, Korea Selatan. Dalam kesempatan itu diresmikan fasilitas Combined Research &
Development Center (CRDC) di kota Daejeon sebagai fasilitas bersama
pengembangan teknologi KF-X/IF-X dan diadakan penyerahan Tim Engineering KF-X/IF-X dari Indonesia--yang berjumlah 37 orang terdiri dari TNI AU, ITB, Kemhan
dan PT DI--yang akan bergabung bersama dengan tim Korsel.
Meski terkesan ambisius, diharapkan pesawat tempur
siluman ini akan menjadi tulang punggung TNI AU di masa mendatang
sehingga mampu mendongkrak kekuatan TNI dalam menjaga kedaulatan
Indonesia. Bagi bangsa ini program kerjasama pembangunan pesawat tempur ini telah memberi
nilai positif bagi penguasaan teknologi dirgantara. Jika terwujud, hal ini merupakan perkembangan yang luar
biasa dan mampu mengembalikan
pamor Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekuatan militer
terbaik di dunia, termasuk kekuatan udara. Dengan begitu bisa
meningkatkan rasa percaya diri dan dapat menambah kemampuan efek
penangkal (deterrent effect) kekuatan udara kita di mata negara
lain.